www.jurnalriau.co
Galeri Foto - Advertorial - Pariwara
 
IMA Minta Pemerintah Berdialog Dengan Masyarat Adat Melayu Rempang
Rabu, 20-09-2023 - 14:10:37 WIB

TERKAIT:
   
 

Jurnalriau.co - Pada hari Selasa (19/09/2023), Nukila Evanty, Ketua Inisiasi Masyarakat Adat (IMA) dan Direktur Eksekutif Women Working Group (WWG), mengeluarkan pernyataan resmi yang menyerukan kepada Pemerintah untuk berdialog dalam penyelesaian polemik dan konflik di Rempang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau.

Nukila Evanty, yang sering dipanggil Kak Nukila, adalah Putri Melayu Riau yang baru-baru ini mewakili masyarakat adat Indonesia dalam UN Permanent Forum on Indigenous Peoples di Kantor PBB New York, Amerika, pada bulan April 2023 lalu. Dalam pernyataannya, Kak Nukila menekankan beberapa poin-poin.

Pada Kamis (7/9/2023), terjadi bentrokan antara warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau dengan aparat gabungan dari TNI, Polri, dan Ditpam Badan Pengusahaan (BP) Batam. Peristiwa ini dipicu oleh konflik terkait rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City. Berdasarkan temuan Komnas HAM di dua sekolah yang terkena gas air mata selama kerusuhan, yaitu SMP Negeri 22 Batam dan SD Negeri 024 Galang, ditemukan bahwa peristiwa tersebut berdampak traumatis terhadap para siswa. Di sekitar daerah tersebut juga terdapat banyak balita dan perempuan hamil serta menyusui yang rentan terhadap efek gas air mata.

Kak Nukila menyesalkan kekerasan yang terjadi, khususnya yang berdampak pada perempuan dan anak-anak. Penggunaan gas air mata dan kekerasan bersenjata adalah tindakan yang tidak mendidik bagi generasi penerus bangsa ini. Sudah ada UU Perlindungan Anak yang melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak. Hak-hak perempuan juga harus dilindungi.

"Kami melihat tangisan ibu-ibu yang ingin mempertahankan wilayah mereka. Kami juga menyesali pendapat dari beberapa tokoh yang mengabaikan asal muasal masyarakat adat (indigenous peoples) Rempang. Masyarakat adat asli Melayu Rempang. Melayu Rempang telah berdiam berpuluh-puluh tahun lamanya di Pulau Rempang, sudah turun temurun, hidup menjaga nilai dan tradisi nenek moyang mereka sampai hari ini," ujarnya.

Kak Nukila juga mencatat bahwa masyarakat adat Melayu Rempang, yang telah tinggal di Pulau Rempang turun temurun, hidup menjaga nilai dan tradisi nenek moyang mereka, terus mengalami tantangan perlindungan hak-hak mereka.

"Masyarakat adat Melayu Rempang bersama dengan masyarakat adat di berbagai belahan dunia lainnya memang terus akan mengalami masalah yang sama yaitu lemahnya perlindungan hak-hak mereka termasuk pengakuan atas indentitas, cara mereka hidup, hak-hak mereka atas tanah ulayat, hutan, air sumber daya alam. Hak mereka selalu diabaikan dan dilanggar, jika ada pihak-pihak yang menyebutkan bahwa penduduk yang berada di 16 Kampung Tua di Pulau Rempang sebagai pendatang, itu keliru dan perlu diluruskan," ucapnya.

Pemerintah diingatkan untuk mengakui definisi Masyarakat Adat menurut United Nations Department of Economic and Social Affairs (UN DESA) sebagai kelompok yang memiliki karakteristik sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang berbeda dari masyarakat dominan di lingkungannya.

Kak Nukila menegaskan bahwa masyarakat adat Rempang memiliki hak untuk mempertahankan wilayah mereka, baik secara individu maupun kolektif, sesuai dengan UN Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP). Dalam konteks ini, penggusuran paksa adalah pelanggaran terhadap hak masyarakat adat Melayu Rempang.

Kak Nukila menyarankan agar pembangunan Rempang Eco City harus mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan secara serius. Jika relokasi diperlukan, pemerintah harus meminta restu dari masyarakat adat Melayu Rempang daripada melakukan penggusuran paksa.

Secara hukum internasional, pemerintah eviction atau penggusuran tersebut sebagaimana disebut dalam Committee on Economic, Social and Cultural Rights, General Comment No 7 tahun 1997 menyebutkan definisi penggusuran paksa adalah pemindahan secara permanen atau sementara yang bertentangan dengan keinginan mereka masing-masing keluarga dan/atau komunitas dari rumah dan/atau tanah yang mereka tempati, tanpa penyediaan, dan akses terhadap, bentuk perlindungan hukum atau perlindungan lainnya yang sesuai.

Masyarakat internasional menyebutkan bahwa penggusuran paksa adalah pelanggaran HAM terutama dalam hal ini konteks pelanggaran atas hak masyarakat adat Melayu Rempang.

Sering bahasa sebagai justifikasi adalah proyek ini atas nama pembangunan, dan masyarakat digusur, dipindahkan atau dikosongkan tanahnya.Namun, siapa yang menjamin kehidupan masyarakat Rempang akan lebih baik dengan adanya Rempang Eco City?

Karena itu, atas nama Inisiasi Masyarakat Adat, ada beberapa rekomendasi yang perlu menjadi bahan pertimbangan, baik bagi pemerintah pusat, pemda atau pihak swasta yang akan membangun Rempang Eco City. 

Pertama; menghormati hak-hak masyarakat adat Rempang terutama memberikan perlindungan bagi anak-anak dan perempuan, karena kejadian seperti ini akan menimbulkan trauma berkepanjangan dan bukan pendidikan yang baik untuk mengajarkan generasi penerus.

Kedua; meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah meminta maaf kepada masyarakat Melayu Rempang dan masyarakat Melayu di Kepulauan Riau secara luas atas perbuatannya yang telah menyakiti secara fisik dan mental, karena telah memaksa skema project ini.

Ketiga; pemerintah pusat dan pemda wajib menggunakan cara-cara yang persuasive dengan mengutamakan dialog yangbintens dan partisipatif serta menghormati hak-hak masyarakat adat Melayu Rempang.

Keempat; sebagai bentuk itikad baik pemerintah pusat dan daerah dalam menyelesaikan masalah ini, harus mematuhi free, prior dan informed consent (FPIC), maka tidak boleh ada penahananan, penangkapan dari para pemprotes serta mereka harus dibebaskan semua.

Terakhir, Kak Nukila mendorong pemerintah dan pebisnis untuk mematuhi prinsip-prinsip HAM yang diakui secara internasional, termasuk mematuhi free, prior dan informed consent (FPIC). Pemerintah diingatkan untuk memperlakukan kasus Rempang dengan itikad baik dan menghindari penangkapan terhadap para pemrotes.

"Kami memohon agar pemerintah mendengarkan suara masyarakat adat Melayu Rempang dengan hati terbuka dan berusaha mencapai solusi yang adil dan bermartabat," tegas Kak Nukila dalam pernyataannya. (rls)



 
Berita Lainnya :
  • IMA Minta Pemerintah Berdialog Dengan Masyarat Adat Melayu Rempang
  •  
    Komentar Anda :

     
     
     
     
    TERPOPULER
    1 Mantan Camat Tenayan Raya Nilai Penetapan Dirinya Sebagai Tersangka Tidak Prosedural
    2 Ketua SOIna Riau Hj Novilia Kembali Raih Prestasi Membanggakan
    3 Giat Vaksinasi Massal di Premiere Pekanbaru
    Kapolda Riau: Kita Dukung Penuh Program Strategis Nasional Vaksinasi Covid-19
    4 Gelar Pasar Murah, Angkasa Pura Berbagi Sambut Ramadhan 1442 H
    5 Sejumlah Alumni ITB Kunjungi Pendiri KAMI Syahganda di Bareskrim Polri
    6 PT Angkasa Pura II Bandara SSK II Pekanbaru Kembali "Berbagi" di Ramadhan 1442 H
    7 Ratusan Petugas Bandara SSK II Pekanbaru Divaksinasi Massal
    8
    9
    10
     
    Galeri Foto - Advertorial - Pariwara
    Redaksi - Disclaimer - Pedoman Berita Siber - Tentang Kami - Info Iklan
    © 2019 PT. Mimbar Melayu TBK, All Rights Reserved